Oct 10

Wajahnya terpahat lekat di hatiku. Kala kekosongan melanda hatiku, yang ada kegelisahanku muncul. Aku merindu.

Aku kembali berjumpa dengannya. Entah angin apa yang membawanya kepadaku, namun aku bahagia. Kami berbincang walau masih kaku terasa. Aku menemukan kecocokan di antara kami, tetapi aku tak tahu apakah dia merasakan hal yang serupa. Di akhir pembicaraan, kami pun bertukar email.

Walau tak mungkin terjadi, aku menanti kabar darinya… Dan rindu inipun makin menjadi ternyata…..

Oct 09

Sebuah pertemuan singkat yang sangat membahagiakan. Jantungku berdegub kencang, seolah siap meloncat keluar dari dadaku. Aku berusaha menangkap tiap gerakannya, tawanya dan senyumannya dari sudut mataku. Namun aku tahu, menginginkan senyumannya hanya untukku bagaikan hal yang tak mungkin. Erika, salah satu kandidat tunanganEdwin yang cantik memukau datang menghampiri kami. Tentu saja, buatnya aku bukanlah penghalang hubungannya dengan Edwin. Keduanya berasal dari kalangan yang berada, berbeda denganku yang tidak pernah mencicipi kemewahan yang biasa mereka nikmati. Bisa berada dekat dengan mereka mungkin adalah sebuah keberuntungan.

Kedatangan Erika menandai berakhirnya pertemuan kami. Aku mengundurkan diri, mengakhiri perjumpaanku dengannya.

Nov 21

Pandangan mata kami bertemu, mungkin ini untuk kedua kalinya. Aku hanya bisa diam dan menorehkan senyum tipis di wajahku. Kenangan pertamaku akan dirinya terputar kembali di benakku tatkala senyuman yang sama terlukis di wajahnya. Ia menjulurkan tangannya. Aku terpana, kaget. Aku belum berkenalan dengannya.

Kusambut jabatannya, senang dan gembira, aku perkenalkan diriku setelah namanya terucap. Edwin.

Nov 13

Aku tak menyangka dapat bertemu dengannya. Seorang kakak kelas yang hanya dapat aku pandang dari kejauhan ketika aku mengikuti ospek di awal tahun SMA-ku. Ia tak semenawan dan sekekar Kak Alex, kapten klub basket SMA ku. Namun pandangan matanya yang teduh itu menentramkan hatiku. Senyuman yang terbentuk dari bibir tipisnya tertoreh di benakku saat ia mengobati lukaku ketika aku terjatuh pada hari terakhir ospek.

Yang aku tahu saat itu adalah aku mengaguminya.  Dan sekarang ia duduk di sebelahku. Pandangan matanya yang teduh tetap sama seperti dulu, selalu menentramkan hatiku.